Jika para orang tua sudah memutuskan untuk memasukkan anaknya ke jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) atau menengah (SMA atau kejuruan), hal hal berikut ini sebaiknya menjadi bahan pertimbangan.
Biaya
Lebih bijak bagi orang tua untuk menyekolahkan anak sesuai dengan kemampuan ekonominya. Memang ada orang tua yang rela berhutang atau menjual barang-barang produktif milik keluarga untuk membiayai anaknya yang bersekolah di sekolah bergengsi. Tetapi bukankah mengajarkan kesahajaan dan kesederhanaan itu lebih bermanfaat bagi kehidupan anak daripada pendidikan akademik itu sendiri? Pendidikan dasar di beberapa tempat memang sudah digratiskan, tetapi biaya buku, seragam, kegiatan dan lain-lain sebaiknya diperhatikan juga.
Nilai
Seleksi masuk sekolah, baik itu melalui nilai UAN atau tes masuk, juga menjadi bahan penentuan di mana anak akan bersekolah. Pernah saya bertanya pada seorang ibu yang anaknya baru beberapa minggu duduk di kelas tiga SMP, Anaknya nanti akan meneruskan SMA di mana, Bu? Jawab Ibu itu, Nanti lihat nilainya. Ini cara yang salah untuk membuat keputusan. Tentukan dahulu targetnya, kemudian ajarkan dan dukung anak untuk berusaha mencapai target tersebut. Jika anak terbiasa seperti itu dia akan merasakan banyak manfaat dalam kehidupannya.
Jarak
Perjalanan ke sekolah akan dilakukan anak setiap hari, berangkat dan pulang. Jarak tempuh ke sekolah tentunya menjadi bahan pertimbangan. Rute yang lebih dekat atau lebih mudahlah yang menjadi pilihan. Rute yang jauh atau sulit selain akan memakan waktu, tenaga, mungkin juga ongkos dan pikiran.
Pergaulan
Di beberapa sekolah, biasanya SMP atau SMA, rawan tawuran, tempat ‘nongkrong’ yang tidak ada tujuan produktif, atau teman-teman yang ‘mengkhawatirkan’ menurut orang tua. Tentunya ini juga menjadi bahan pertimbangan. Walaupun si anak ‘baik-baik saja’, tetapi kalau lingkungannya ‘berbahaya’ tentu akan mengkhawatirkan juga. Ada juga orang tua yang memindahkan anaknya dari sekolah yang kompleknya dekat dengan suatu universitas. Karena di situ anak menjadi lebih cepat ‘dewasa’ atau lebih tepat dikatakan sok dewasa, tanpa diikuti dengan kedewasaan yang sesungguhnya.
Jam belajar/Kurikulum
Orang tua yang teliti memilih sekolah, biasanya menanyakan apa saja pelajaran yang akan diajarkan nanti. Apa muatan lokal yang diberikan di sekolah tersebut. Dan buku apa yang digunakan. Apa kegiatan ekstrakurikulernya. Orang tua yang lebih berani akan menanyakan guru-gurunya lulusan mana, seperti apa metode mengajarnya dan bagaimana manajemen sekolah. Tapi biasanya pertanyaan-pertanyaan terakhir ini ditujukan pada sekolah-sekolah swasta di kota yang persaingannya ketat dalam mencari murid baru, umumnya di kota besar dan kota pendidikan.
Minat Anak
Anak-anak seusia SD, SMP, apalagi SMA biasanya sudah punya pendapat sendiri dalam memilih sekolahya. Orang tua sebaiknya mendengarkan dan memasukkan pendapat mereka ini dalam bahan pertimbangan. Jika orang tua merasa yakin bahwa pilihan anak itu kurang tepat karena kadang pertimbangan mereka kurang matang, bantahlah dengan argumen yang bisa diterima anak. Atau jika mereka memilih sekolah karena ikut-ikutan, ajari mereka bahwa semua keputusan ada konsekuensinya, dan bantulah mereka melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa mereka pilih.
Sekolah Kejuruan
Orang tua yang ingin anaknya cepat mandiri, biasanya menyekolahkan anak ke sekolah kejuruan, yang sesuai dengan minat. Karena lulusan sekolah kejuruan sudah mempunyai kecakapan khusus dan lebih bisa diterima di beberapa perusahaan. Tetapi sekarang ini trendnya mulai bergeser, untuk tenaga ahli, banyak perusahaan yang cenderung memilih tenaga lulusan Diploma 3.
Pada hakikatnya anak-anak, yang belum dewasa, mempunyai hak untuk didampingi oleh orang tuanya, baik dalam mengambil keputusan ataupun dalam menjalani konsekuensi dari keputusan tersebut. Jika dari semua pertimbangan di atas tidak ada yang sesuai dengan kemauan dan kemampuan orang tua dan anak, pendidikan alternatif mungkin bisa dijadikan pilihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar